Sabtu, Oktober 26, 2013

Semalam. Bersama Adrian.

write by uwah uswahasanah di 4:57 PM 0 komentar
Naina mengucir rambut sebahunya yang mulai memanjang, membiarkan beberapa anak rambut tertinggal disela-sela telinganya. Dia mulai membersihkan meja makan dan bersiap mencuci piring, sesaat setelah Adrian mendaratkan kecupan dipipi kanannya sambil lalu memasuki ruang tengah sekaligus kamar. Apartemen Adrian tidak begitu besar, setelah pintu masuk akan terlihat televisi berukuran besar menempel di dinding dengan perlengkapan game super lengkap, beberapa sound system dan 2 gitar electric disebelahnya. Didepan tv terdapat sofa yang bisa dijadikan kasur dadakan untuk para sahabat Adrian yang berkunjung untuk sekedar bermain game. Dipojok kanan, terdapat sela ruangan, diisi dengan kasur berukuran single dan sebuah lemari baju. Sebuah jendela tepat berada diatas kepala kasur, tempat sinar matahari masuk. Disebelah kiri kasur terdapat meja kerja, penuh dengan sketch dan sebuah laptop.

Disisi lain ruangan, terdapat ruangan kecil yang dijadikan dapur. Dan sebuah kamar mandi sekaligus kamar kecil. Dari dapur, Naina bisa melihat Adrian menduduki meja kerjanya, menyalakan laptop dan mulai mengetikan sesuatu.
Jam dinding berbentuk bola basket ditengah ruangan menunjukan pukul 00.15 saat Naina mulai bosan membaca buku yang baru dibelinya tadi siang. Sesekali dia melirik Adrian yang masih serius didepan laptop kesayangannya. Naina mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap menghadap ke Adrian. Masih memerhatikan pundak laki-laki itu.

“sayang” panggil Naina lembut.

“hmm”

“kamu belum ngantuk?”

“belum”

Naina manyun, Adrian bahkan tidak menolehkan kepalanya sedikitpun. Naina kembali mengubah posisi tubuhnya, menghadap langit-langit kamar. Matanya mulai terlelap, tapi dia masih bisa mendengarkan suara nafas Adrian.

“sayang, kamu tidur?”

“belum” mata Naina tidak membuka, tapi suaranya cukup jelas.

Adrian memutar kursinya sejak semenit sebelum dia menanyakan apakah Naina tidur atau tidak. Melihat Naina memejamkan mata dan mengatakan bahwa dia belum tidur, Adrian tersenyum. Mematikan laptopnya, menyusun kertas-kertas di meja dan menghampiri Naina. Mengecup keningnya dan menarik Naina keposisi tidur yang benar.

“sini, kita tidur” Adrian menarik Naina kedalam pelukannya. Di atas kasur berukuran single itu yang hanya diisin dengan satu bantal, Adrian meletakkan kepalanya disana. Dan dia mendekap Naina dalam dadanya. Naina menghirup aroma tubuh Adrian yang memang menjadi favoritenya, Naina tersenyum disana.

“uda cape ya?” Adrian mengangguk, meski tidak terlihat oleh Naina tapi dia bisa merasakan gerakan yang dibuat Adrian.

“kepala aku pusing” suara manja Adrian yang juga menjadi favorit Naina. Tidak ada hal dalam diri Adrian yang tidak menjadi favorite Naina. Naina menyukai semuanya.

Naina menggeser tubuhnya, melepaskan pelukan Adrian. Sekarang berganti posisi, dia yang mendekap Adrian. Mencium kepala laki-laki itu. Kemudian, Naina mulai memijit kepala Adrian dengan lembut tapi bertenaga, dia menarik rambut Adrian dengan genggaman tangannya. Hal yang paling Adrian suka untuk melegakan sakit kepalanya. Dan seperti sebuah terapi, Adrian akan tidur dengan pulas. Adrian memeluk tubuh Naina yang masih mendekapnya, suara dengkur khas Adrian yang lagi-lagi menjadi favorit Naina, mulai terdengar halus. Naina menyunggingkan senyumnya, dia selalu merasa bahagia saat mendengar suara itu. Suara tidur Adrian yang juga menjadi terapi untuk tidurnya.

Setelah yakin Adrian tertidur pulas, Naina menarik tubuhnya dari pelukan Adrian. Menarik selimut untuk menutupi tubuh Adrian. Sejenak, Naina terdiam memandangi wajah laki-laki yang masih terlihat seperti bocah itu tertidur lelah. Lagi-lagi Naina tersenyum, dia mengecup kening Adrian, batang hidungnya, pipi kanan, pipi kiri, dagu dan terakhir mengecup bibir laki-laki itu.

“I love you, baby” ucapnya lembut.

Lalu menjatuhkan kepalanya di bantal yang sama dengan Adrian, dan terlelap.

Naina terbangun saat handphonenya berbunyi. Suara Alarm. Sesaat dia melihat tangan Adrian dengan sigap menggapai handphone dan mematikannya.


“good morning baby, I love you” senyum Adrian sambil mengecup kening, hidung dan bibir Naina dengan lembut.

segini

write by uwah uswahasanah di 3:16 AM 0 komentar
Jadi segini saja ?
Aku sudah terjatuh
Kamu, tidak ?

 Segini saja ?
Aku sudah jauh,
Kamu, tidak ?

Benar-benar
Segini saja ?
Aku berharap,
Kamu, tidak ?

 Yasudah
Segini saja,
Aku menyerah.
Kamu, sudah ?

Jumat, Oktober 25, 2013

Pantai, untuk Naina.

write by uwah uswahasanah di 3:03 PM 0 komentar
"Jadi lu sengaja milih pantai ini biar bisa make pakean kaya gitu?" Ucap Viani kepada gadis berambut coklat sebahu yang mengucir rambutnya dan menggunakan kacamata hitam bermotif bunga berwarna gelap, yang hanya menanggapi dengan senyum. Gadis itu siapa lagi kalau bukan Naina.

Viani satu-satunya sahabat Naina, gadis itu memiliki lengkung rahang tegas dengan gigi yang dipagari berwarna putih. Hidungnya pesek, tapi matanya bagus, sudut bibirnya pun melengkung dengan sempurna. Dengan postur tubuh yang juga mendekati sempurna, dia bisa dibilang cantik. Karna dia memang cantik.

Viani memerhatikan pakaian yang dipakai Naina, kemeja putih panjang transparan yang memperlihatkan bikini hitam dibaliknya, memperlihatkan postur tubuh Naina yang memiliki perut rata dan dada yang hampir sama rata.

"Apa yang bikin lu ga pede pake ginian di pantai lain ? Dada lu? Harus banget di pantai private dengan harga hampir sejuta cuma buat masuk dan makan-makanan kaya gini?" Viani masi tidak mengerti dengan sahabatnya yang satu itu. Dengan tubuh sebagus itu dia tidak percaya diri memakai bikini dan dilihat orang banyak.

"Bukan masalah ga pede karna punya dada kecil ya, bule juga ga semua punya dada gede kan tapi pede-pede aja pake bikini. Gue ga pede kalo harus dilihat banyak orang"

Finn's beach di Bali memang private, harus membayar lima ratus ribu rupiah per orang untuk masuk ke pantai dan menikmati makanan plus minuman seharga itu. Untuk ke pantai nya pun menggunakan kereta gantung yang dioperasikan secara manual. Di pinggiran pantai disejajarkan tempat berjemur, dan terdapat cafe dari bambu yang cukup besar dengan berbagai macam makanana dan minuman. Kebanyakan memang beer dan makanannya hanya pasta.

Naina dan Viani memilih duduk dikursi paling dekat dengan bibir pantai, mereka memutuskan untuk makan siang sebelum bermain air dan menikmati ombak. Hari itu lumayan sepi, hanya ada dua pasang bule bersama mereka disana.

"Gue pengen banget kesini sama Adrian, Vi"

"Ya ajaklah, emang dia ga mau?"

"Gue yang ga berani ajak karna gue terlalu takut buat ditolak"

"Masi aja sih lu takut ditolak sama pacar sendiri"

Naina meneguk es coklat di gelas super besar, pikirannya melayang ke Adrian. Cowo berlesung pipi dengan hidung mancung serta alis yang tebal, dan bila tersenyum gigi kelincinya akan terlihat manis diantara lesung pipinya. Cowo yang sudah setahun ini menjadi pacarnya.

"Alesan lain gue memilih pantai ini karna disini tenang, gue ga mesti rebutan sopt bagus dipantai sama orang-orang ga jelas" lanjut Naina.

"Dan lu ga mau orang-orang ga jelas itu liat bentuk badan lu pake bikini? Haha"

"Betul sekali, hahaha"

Dua gadis itu menghabiskan waktu mereka di tepi pantai, sekedar duduk di bibir pantai menunggu ombak sambil tetap bercengkrama. Naina masi menggunakan kemeja putih transparannya yang sekarang menempel membentuk lekuk tubuhnya, bikini hitam nya semakin tampak. Dia masih mengucir rambut coklatnya dengan anak rambut yang berantakan dibagian wajah. Sambil sesekali tertiup angin.

Kamar Naina.

write by uwah uswahasanah di 12:17 PM 0 komentar
Ada satu hal yang membuat Naina mencintai kamarnya, di apartemen yang dibeli Ayahnya 5 tahun lalu dilantai 23. Ada bagian ruang yang memiliki pintu untuk beranda yang pemandangannya ke arah gedung-gedung tinggi ditengah kota, sedangkan sudut lainnya hanya jendela-jendela kaca. Tempat dia menyandarkan kasur empuk dan lebar diatas lantainya. Dari sana dia bisa melihat gerimis saat hujan.

Diatas kasur yang lebar dan terlihat empuk dengan bed cover putih diatasnya, notebook Naina memainkan playlist secara random, ada beberapa novel berserakan, kacamata berframe kotak berwarna coklat favorite Naina juga tergeletak disana. Dipinggiran kasur, ada mug putih bertulis 'serendipity' dengan sisa cappuccino dipinggirannya. Tapi isinya kosong.

Songbird-nya Sung Ha Jung mengalun lembut. Naina sedang berdiri didepan rak bukunya yang bercat putih, menempel terbuka di dinding kamarnya yang berwarna pastel. Dia terlihat mencari sesuatu, sebuah novel lama yang tiba-tiba muncul dikepalanya beberapa menit lalu.

Sudah lebih setengah jam, Naina tidak menemukannya. Dia memilih duduk di sofa depan televisi yang juga menempel di dinding, tepat disebelah rak bukunya. Gadis berambut coklat sebahu itu mulai mengingat-ingat, apakah novel tersebut dipinjam atau memang hilang.

Matanya menyapu seluruh ruangan. Barangkali novel itu terselip disana. Tapi tetap saja dia tidak menemukan apapun. Dia menghela nafas, kemudian bangkit. Membuka pintu balkon, setelah tangan kirinya meraih gitar akustik kesayangannya. Dia memilih duduk diatas ayunan bambu yang digantung menghadap langit dan memainkan gitar, memetikkan jarinya yang agak kasar untuk memainkan lagu favoritnya. Serendipity milik Albert Posis.

Satu hal yang membuat Naina mencintai kamarnya, dia selalu tau apa yang harus dia lakukan disana.

Sudut cafe. Naina.

write by uwah uswahasanah di 9:05 AM 0 komentar
Gerimis masih setia menemani mendung sore ini, masih mengalir lembut di pinggiran kaca jendela di pojok cafe yang menjadi spot favorite Naina. Gadis berambut pendek sebahu dengan kacamata berframe kotak berukuran sedang itu masi terlihat sibuk dengan notebook didepannya, sesekali dia berhenti mengetikan jarinya dan hanya memandang notebook dengan ekspresi serius, sesekali menghadap kejendela, memandang gerimis.

Cangkir cappuccino yang sudah 2 kali berganti di sudut meja pun mulai kosong, meninggalkan bercak-bercak coklat didasarnya. Ketika Naina ingin meminumnya tanpa sadar tidak ada yang masuk kedalam mulut mungilnya, dia berdecak kesal. Kemudian melambaikan tangan kepada waiters untuk memesan secangkir lagi.

"Lagi, Mba Nai?" Waiters yang sudah hapal betul dengan langganan cafe tempatnya bekerja ini pasti juga hapal betul dengan Naina. Naina hanya menggangguk sambil terus memandang serius notebooknya, entah apa yang dia lihat hingga waiters itu kembali dengan secangkir cappuccino ekspresi Naina bahkan tidak berubah.

"Mba Nai serius banget mba, liat apa sih?" Waiters itu mendekati Naina, menengok ke notebook dan mendapati apa yang Naina lihat.

Foto wajah seorang gadis berambut panjang sedang tertawa dengan seorang laki-laki yang juga sedang tertawa memamerkan lesung pipi di kedua pipinya, seperti pasangan bahagia. Pikir waiters itu.

"Mba Nai dari tadi liatin foto ini mba? Emang itu siapa mba?" Gerimis diluar membuat cafe itu tampak sepi, hari pun sudah mulai gelap.

"Yang cowo ini pacarku, dan ini sahabatnya" jelas Naina, ekspresinya tetap tidak berubah, serius dan datar. Matanya juga masih stuck di layar notebook.

"Kenapa mba Nai pandangin terus?" Waiters itu semakin penasaran, dia memandang wajah Naina. Gadis yang selalu dilihatnya setiap sore di sudut cafe ini, yang selalu memesan bercangkir-cangkir cappuccino, yang selalu datang sendiri.

"Mereka sumber inspirasiku, setiap ngeliat foto mereka lagi seneng bareng-bareng, aku kaya nemu kekuatan buat nulis, semuanya ngalir gitu aja"

Wajah waiters itu bingung, dia ingin bertanya lagi tapi mengurungkan niatnya ketika dia melihat Naina menutup notebooknya, pandangan Naina beralih ke jendela yang basah oleh gerimis.

"Because sometimes, a broken heart gets me inspired to write" ucap Naina.

Waiters itu melihat senyum di wajah Naina yang terpancar dari jendela. Dia tertegun, kenapa masih bisa Naina berkata seperti itu sambil tersenyum dengan sangat manis. Senyum itu terlihat tulus saat Naina berbalik menatapnya, lalu Naina meminum habis secangkir cappuccino yang hampir dingin.

Selasa, Oktober 22, 2013

Ga peduli itu susah, tapi bukan berarti ga bisa.

write by uwah uswahasanah di 11:24 PM 0 komentar
Masalah semua orang dalam bertindak itu bukan perkara 'ga bisa' tapi 'mau apa ga'

itulah sebabnya ada katakata
"If you'll never try you'll never know"

belom juga di coba uda bilang ga bisa.
dasar manusia.

Ada orang yang pengen banget ga peduli sama sesuatu yang ngeganggu dia.

Dia berusaha ga peduli, tapi ga bisa.
Berkali-kali dicoba, tetep aja ga bisa.

Karna mungkin peduli itu bukan masalah logika, tapi masalah hati.

Kalo masalah ginian, gimana dong?

Itulah kenapa orang hebat harus make dua-duanya, logika sama hati.

Saat memilih untuk ga peduli, pikirkan:
Yang kita peduliin, peduli sama kita ga?

Dan kemudian, pasti bisa buat ga peduli.


"Hati itu bisa dibohongi, jadi jangan pernah mengikuti kata hati"
-seorang sahabat-

Selasa, Oktober 15, 2013

naina.

write by uwah uswahasanah di 2:07 PM 0 komentar
Kamu selalu tau aku mencintaimu.
Coba katakan padaku tentang perasaanmu.
Ayo katakan.
Jangan takut aku akan tersinggung.
Iya, aku akan tersinggung.
Aku akan sakit hati.
Tapi bukan berarti hidupku berhenti disini kan?
Mungkin beberapa tahun lagi aku akan tertawa.
Mengingat aku pernah mencintaimu tapi tidak bisa memilikimu.
Kisah cintaku tidak akan pernah lengkap.
Tapi berjanjilah, berjanjilah padaku
Kau harus menyelesaikan kisah cintamu.
Ayo katakan sesuatu.
Kalau tidak aku akan menangis .

Bolehkah aku menangis?
Peluk aku.


-Naina, KKKG, 2001-
 

PISTANTHROPHOBIA Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos